Selasa, 19 April 2011

LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN NEO LIBERALISME

OLEH : RINSA


PENGANTAR

Perdagangan bebas (free trade) atau liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi yang mengacu kepada berlangsungnya penjualan produk antar negara dengan  tanpa dikenai pajak ekspor – impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan beas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan atas dasar regulasi yang diterapkan salam satu negara) dalam perdagangan antar indvidual dan antar perusahaan yang berada di negara yang berbeda.

Para pakar ekonomi politik dari negara berkembang kurang sepakat terhadap pemberlakukan perdagangan bebas ini, yang diharapkan oleh mereka adalah free and fair trade (perdagangan bebas dan adil). Dengan begitu perdagangan yang berlangsung jangan hanya sebatas bebas semata, tetapi juga harus memenuhi aspek keadilan dan kesetaraan.

Perdagangan internasional seringkali terhambat dengan adanya hal – hal seperti berbagai pajak yang ditetapkan oleh negara pengimpor, biaya tambahan yang diterapkan terhadap barang ekspor dan impor, serta regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori perdagangan tersebut ditolak oleh perdagangan bebas namun dalam prakteknya sangat berbeda.Perjanjian dan kesepaktan perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru menimbulkan hambatan baru (terutama dalam bentuk hambatan non tarif) bagi terciptanya dan terlaksananya pasar bebas. Perjanjian – perjanjian tersebut sering dikritik karena hanya melindungi kepentingan industri maju dan perusahaan besar.

Banyak pakar ekonomi berpendapat bahwa perdagangan bebas akan meningkatkan taraf hidup melalui Teori Komparatif dan ekonomi skala besar. Sebagian lain berpendapat bahwa perdagangan bebas memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang dan merusak industri lokal serta membatasi standar kerja dan standar sosial. Singkatnya perdagangan bebas tidak akan bermanfaat bagi penduduk di negara berkembang dan negara miskin.

Perdagangan bebas justru dianggap bisa merugikan negara maju karena akan menyebabkan pekerjaan dari negara maju berpindah ke negara lain (negara berkembang dan negera miskin) atau juga menimbulkan efek low level of playing field (perlombaan serendah mungkin) yang menyebabkan standar hidup dan keamanan lebih rendah. Selain itu perdagangan bebas dianggap akan mendorong negara – negara bergantung satu sama lainnya, yang berarti memperkecil kemungkinan terjadinya konflik dan perang.
Efek positif hanya bisa dihasilkan jika diterapkan adalah perdagangan bebas yang adil bukan perdagangan bebas semata.

PRINSIP NEO LIBERALISME TENTANG PASAR BEBAS

Paham liberalisme di pelopori Adam Smith, pakar ekonomi Inggris dalam karya legendarisnya , The Wealth Nation (1776). Sistem ini sempat menjadi dasar kebijakan ekonomi di Eropa dan Amerika serikat priode 1800-an hingga masa kegagalan liberalisme dengan terjadinya Great Depression di tahun 1930. Sistem ekonomi yang menekankan pada penghapusan intervensi pemerintah ini mengalami kegagalan dalam mengatasi krisis ekonomi besar – besaran yang terjadi saat itu.

Selanjutnya, sistem liberalis di gantikan oleh gagasan John Maynard Keynes, yang mengatakan mengenai perlunya intervensi kebijakan pemerintah dalam mengatur perekonomian. Sistem dan kebijakan yang dianjurkan Keynes ini pernah diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Franklin Delano Roosevelt, dalam kebijakan New Deal. Kebijakan ini terbukti sukses karena mampu membawa negara Amerika Serikat selamat dari bencana krisis ekonomi.

Inti dari gagasan Jhon Maynard Keynes adalah tentang penggunaan full employment (membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan menyediakan kesempatan kerja bagi rakyat). Hal ini bermakna sebagai bentuk pengakuan terhadap besarnya peranan buruh dan pekerja dalam pembentukan modal (kapita) dan pengembangan industri serta pentingnya peran pemerintah serta bank sentral dalam menciptakan lapangan kerja. Kebijakan Keynes ini mampu menggeser dominasi paham Liberalisme dalam kurun waktu sekitar dua dasawarsa.

Sampai kemudian muncul kembali krisis ekonomi kapitalis yang berakibat berkurangnya keuntungan, tetapi kedudukan perusahaan – perusahaan transnasional makin kuat dan luas. Menguatnya kekuatan modal dan politik perusahaan transnasional yang banyak muncul di negara maju makin meningkatkan tekanan untuk mengurangi berbagai bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian, karena hal itu akan berpengaruh pada berkurangnya keuntungan yang mereka terima.

Kemudian melalui kebijakan politik dan ekonomi dinegara – negara maju dan lembaga – lembaga keuangan internasional, seperti IMF dan Bank Dunia, kalangan bisnis kapitalis mampu memaksa penggunaan kembali pahan liberalisme gaya baru atau yang dikenal dengan pahan Neo-Liberalisme. Neo-Liberalisme sebagai perwujudan baru paham liberalisme saat ini dapat dikatakan telah menguasai sistem perekenomian dunia.

Ada lima prinsip dasar atau pokok – pokok pikiran dari paham Neo-Liberalisme yakni :
Pertama: Membiarkan pasar bekerja tanpa distorsi atau tanpa regulasi dari pemerintah. Prinsip atau pokok pikiran ini menegaskan bahwa perusahaan swasta harus bebas dari intervensi pemerintah, bebas dalam menjalankan usaha dan mencari keuntungan tanpa mempertimbangkan dampak sosial yang diakibatkannya.

Kedua:Mengurangi pemborosan dengan memangkas semua anggaran negara yang tidak perlu (yang menurut paham Neo-Liberal tidak perlu ditanggung oleh negara), seperti subsidi untuk pelayanan sosial, anggaran pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial.

Ketiga : Perlu di terapkan deregulasi ekonomi , karena adanya regulasi hampir selalu berakibat mengurangi keuntungan bagi pihak pengusaha (pemilik modal), termasuk jangan ada regulasi mengenai lingkungan hidup (AMDAL), keselamatan kerja, upah miimum dan lain sebagainya.

Keempat :Privatisasi/swastanisasi badan usaha milik negara. Privatisasi ini juga dilakukan pada perusahaan – perusahaan strategis yang melayani kepentingan rakyat banyak, seperti perusahaan listrik, pertambangan dan minyak, gas, sekolah dan rumah sakit yang selama ini dikelola oleh pemerintah. Walaupun hal ini akan mengarahkan pada konsentrasi modal ditangan sedikit orang dalam bentuk praktek monopoli dan oligopoli, yang pada akhirnya akan memaksa rakyat kecil membayar lebih mahal (tanpa subsidi) untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Kelima: Menyimpan dan memasukkan kedalam peti es, konsep – konsep pelayanan umum seperti kewajiban negara dan pemerintah untuk menyediakan barang – barang publik, gotong royong, serta berbagai keyakinan atau konsep solidaritas sosial hidup dimasyarakat, untuk selanjutnya digantikan dengan gagasan tanggungjawab individual. Masing – masing orang dituntut untuk bertanggungjawab terhadap kebutuhannya sendiri – sendiri. Golongan paling miskin di masyarakat akan menjadi korban dari gagasan ini karena merekalah yang paling kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara sendiri – sendiri.

KRITIK TERHADAP NEO-LIBERALIS

Bagi kita yang tidak setuju dengan prinsip – prinsip Neo-Liberalis, hal – hal yang perlu kita sorot dan kritik serta ajukan adalah :
Prinsip dan pokok pikiran Neo Liberalis adalah Prinsip Pertama Kegiatan perusahaan dan pasar harus diberi kebebasan mengatur dirinya, tidak perlu ada regulasi dari pemerintah. Prinsip seperti ini akan berakibat bahwa perusahaan swasta yang sepenuhnya bebas dari intervensi dan regulasi dari pemerintah sebagaimana yang ditetapkan (misalnya UU Ketenagakerjaan dan sebagainya) bisa bertindak semaunya, tanpa memperdulikan dampak sosialnya terhadap kondisi sosio – ekonomi masyarakat. Padahal kegiatan para produsen atau perusahaan swasta dalam rangka memperoleh keuntungan ekonomis sebesar-besarnya berpotensi besar menghasilkan dampak negatif yang merugikan kehidupan sosio-ekonomi masyarakat dan para konsumen.

Lalu untuk prinsip Prinsip Kedua yang menyatakan agar negara mengurangi pemborosan dengan memangkas semua anggaran negara yang tidak perlu (yang menurut paham neoliberal tidak perlu ditanggung pemerintah), maka mau tidak mau hal ini akan berdampak pada pembatasan atau pengurangan anggaran untuk subsidi pasa sektor – sektor pelayanan publik, misalnya subsidi untuk pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial lainnya.

Untuk prinsip ketiga tentang perlunya untuk diterapkan deregulasi ekonomi dengan mengurangi peran dari pemerintah disektor perekonomian.Alasannya adalah pengaturan melalui UU, peraturan pemerintah, peraturan daerah di nilai hampir selalu merugikan atau mengurangi keuntungan yang diperoleh para pengusaha dan pemilik modal. Tetapi bagaimana dengan tanggungjawab negara untuk melindungi masayrakat dan konsumen ? Bagaimana jika pengusaha (produsen) bertindak menjalankan usaha secara curang ?

Memang dalam beberapa hal tertentu perlu adanya deregulasi tersebut, tetapi jangan berarti pemerintah (baik pusat dan daerah) tidak boleh menetapkan regulasi yang bertujuan untuk melindungi kepentingan publik. Sebagai sebuah contoh tentang perlunya regulasi secara ketat adalah peraturan mengenai pelestarian lingkungan hidup, UU Perlindungan Konsumen, Peraturan tentang Keselatan Kerja, Upah Minimum dan sebagainya.


Dalam hal prinsip keempat tentang perlunya privatisasi/swastatnisasi terhadap semua badan usaha milik negara (BUMN), tentu bagi masyarakat Indonesia gagasan ini tidak cocok karena pertimbangan yang mencantumkan bahwa, “ untuk BUMN yang menyangkut hajat hidup orang banyak perlu dikuasai dan diselenggarakan oleh negara” (pasal 33 UUD 1945). Privatisasi boleh dilakukan hanya untuk beberapa BUMN yang sering merugi dan selama ini hanya membebani anggaran negara. Namun privatisasi ini perlu dipertimbangkan, bahkan ditolak untuk perusahaan atau badan usaha strategis yang selam ini melayani kepentingan rakyat. Jika hanya harus diadakan privatisasi terhadap BUMN, maka yang paling rasional ditujukan pada bidang perkebunan dan angkutan. Sedangkan untuk BUMN yang vital dan strategis perlu dikendalikan, agar beroperasi secara efesien dan dikelola secara benar (tanpa KKN), bukan dengan sepenuhnya diprivatisasi.

Segi negatif dari privatisasi secara merata adalah mengarahkan pada penumpukan dan konsentrasi modal ditangan segelintir orang yang kemudian berujung dalam bentuk praktek – praktek monopoli dan oligopoli, yang pada akhirnya akan memaksa rakyat kecil membayar lebih mahal (karena subsidi dicabut atau dikurangi) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti bahan makanan, listrik, air dan lain sebagainya.

Dalam hal Prinsip Kelima agar mem”peti es” kan konsep – konsep pelayanan umum, seperti kewajiban negara untuk menyediakan barang – barang publik serta konsep gotong royong dan solidaritas sosial. Dari sini nampak jelas adanya pertentangan antara pahan neoliberal dengan budaya kolektivitas yang hidup dalam masyarakat.Budaya luhur yang sudah cukup lama mengakar ini akan kurang tepat bahkan sangat disayangkan jika kemudian diganti dengan konsep tanggungjawab individual.

Konsep tersebut nampaknya memang baik jika dituntut pada tanggungjawab terhadap kebutuhan sendiri – sendiri. Namun dampaknya adalah golongan penduduk miskin dinegara berkembang yang masih berjumlah sangat besar akan menjadi korban dari gagasan ini, karena merekalah yang paling kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya secara sendiri – sendiri.

NEO-LIBERAL : MITOS ATAU SOLUSI..??

Dalam rangka memantapkan kebijakan Neo-Liberalisme, para pendukungnya secara gencar mengkampanyekan mitos – mitos yang berkaitan dengan Neo-Liberalisme dan pasar bebas sebagaimana dijelaskan oleh Mansour Fakih(2003) bahwa mitos-mitos itu antara lain adalah :
Pertama Perdagangan bebas akan menjamin ketersediaan pangan murah dan kelaparan tidak akan terjadi.Kenyataan yang terjadi bahwa perdagangan bebas justru telah meningkatkan harga pangan.

Kedua, bahwa WTO dan TNC akan memproduksi pangan yang aman, kenyataanya dengan penggunaan pestisida secara berlebihan dan pangan hasil dari hasil rekayasa genetika justru membahayakan kesehatan manusia dan keseimbangan ekologi.

Ketiga, kaum perempuan dan petani akan diuntungkan dengan berlakunya pasar bebas.Kenyataannya perempuan dan petani semakin tersingkir baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen.

Keempat, bahwa pemberlakukan paten dan hak kekayaan intelektual akan melindungi inovasi dan pengetahuan. Kenyataanya paten justru memperlambat alih teknologi dan membuat teknologi menjadi mahal

Kelima, Perdagangan bebas di bidang pangan akan menguntungkan konsumen karena harga murah dan banyak pilihan.Kenyataannya justru hal itu mengancam pangan di negara – negara dunia ketiga.

Dampak negatif dari gagasan neoliberalis yang pernah diterapkan menjadi kebijakan ekonomi diberbagai negara, dapat dilihat pada kehidupan di Indonesia.Bagaimana rakyat kini menjerit akibat kenaikan harga – harga seiring keputusan pemerintah yang mencabut subsidi BBM, PHK Massal mewabah karena berlangsungnya efesiensi dan rasionalisasi perusahaan sebagai akibat meningkatnya beban produksi, mahalnya harga obat karena hak paten dan hak cipta yang membuat rakyat miskin makin sulit untuk mendapatkannya, mahalnya biaya perawatan rumah sakit karena swastanisasi serta masih banyak contoh yang dapat kita temukan  disekitar kita.

Kemudian akibat dari Neo Liberalisme yang ditanggung oleh skala global juga cukup memperihatinkan. Menurut Yanuar Nugroho (2005), ternyata perekonomian dunia saat ini hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup 800 juta jiwa dari total populasi dunia yang mencapai 6,5 miliar jiwa, itupun masih ditambah dengan catatan bahwa kelompok minoritas dari jumlah 800 juta jiwa itu menguasai dan mengkomsumsi 80 persen dari semua sumber – sumber daya bumi yang tersedia. Jika cara ini diteruskan, sumber daya bumi ini akan segera terkuras habis.

Globalisasi dan pasar bebas mungkin akan membawa kesejahteraan dan pertumbuhan namun hal tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang dan golongan saja,sedangkan sebagaian besar penduduk dunia lainnya tetap dalam keadaan menderita dan kekurangan.

Ketika budaya lokal makin terkikis karena berali ke gaya hidup global, maka tiga perempat penduduk bumi ini harus hidup dari biaya kurang dari 2 dolar sehari.Diperkirahkan 1 miliar orang harus tidur sambil menahan rasa lapar dalam satu malam, selanjutnya sekitar 1,5 juta orang penduduk didunia ini juga tidak mendapatkan segelas air bersih setiap harinya serta satu ibu mati saat melahirkan setiap menitnya.

Belum terlambat untuk menyadari permasalahan yang akan menghadang dimasa yang akan datang.Perlawanan sporadis tetapi berkesinambungan di seluruh penjuru dunia sudah mulai berlangsung. Banyak orang yang sudah tidak percaya lagi mitos – mitos yang dihembuskan oleh kaum neoliberalis tentang manfaat dari pasar bebas. Institusi perdagangan dan keuangan dunia  yang dianggap sebagai alat kaun Neo Liberalis terus menerus di tekan . Tiga lembaga keuangan di dunia seperti WTO, IMF dan Bank Dunia selalu mendapat demonstrasi (penolakan) besar – besaran dalam setiap pertemuan tahunan yang di lakukan.

BAHAN BACAAN

·         Jhamtani,Hira,2005, WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ketiga,Yogyakarta, Insist Press 2005
·         May Rudy, Teuku, 2005, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional, Bandung .Refika Aditama
·         May Rudy, Teuku, 1993, Teori Etika dan Kebijakan Hubingan Internasional, Bandung, Penerbit Angkasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar